Percayalah, Tantrum Pasti Berlalu

Morinaga Platinum ♦ 1 Mei 2017

Percayalah, Tantrum Pasti Berlalu

Kebanyakan orangtua pernah melewati fase tantrum Si Kecil. Atau setidaknya melihat kejadian tantrum di area publik. Biasanya sering terjadi di pusat perbelanjaan saat melewati bagian mainan, mungkin Si Kecil melihat mainan tertentu dan minta dibelikan. Orangtua menolak dan tangisnya pun pecah. Melihat tangisannya tidak membuat keinginannya terpenuhi, ia semakin gencar menangis meraung-raung ditambah dengan berguling-guling di lantai. Pada saat itu orangtua pasti merasa malu, rasanya semua mata tertuju pada mereka.

Tantrum adalah salah satu perilaku yang termasuk umum yang terjadi pada anak usia satu hingga empat tahun. Biasanya didasari oleh keterbatasan Si Kecil berkomunikasi dan menyampaikan keinginannya. Ia lantas merasa frustrasi karena merasa kesulitan mengungkapkan maksud atau perasaannya, ditambah Ayah dan Bunda tidak mengerti dan tidak menuruti keinginannya, emosi yang membubung tinggi ini kemudian meledak menjadi tantrum. Menurut situs Pediatrics of Florence, 87 persen anak usia 18-24 bulan alami tantrum karena ingin menyampaikan sesuatu namun terbentur oleh kemampuan komunikasi yang masih terbatas. Dan alasan 50 persen anak usia 42-48 bulan tantrum adalah karena mereka merasa tertekan atau dalam kondisi kelelahan.

Apa saja yang termasuk bentuk tantrum? Aktivitas tantrum bisa bermacam-macam, mulai dari menangis kencang, berteriak, memukul, menendang, berguling-guling di lantai, dan lain-lainnya. Tantrum masih termasuk wajar jika timbul dalam frekuensi yang jarang. Hasil riset yang digawangi oleh Andy C. Belden, PhD dari Washington University memerlihatkan bahwa anak usia pra-sekolah yang mengalami tantrum lebih dari 5 kali sehari selama beberapa hari dalam satu bulan di luar rumah, berisiko menderita penyakit psikis di kemudian hari. Jadi, bila Si Kecil sering sekali tantrum – bahkan menjadi kebiasaan – Ayah dan Bunda harus mencari penyebabnya untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut.

Penyebab Tantrum

Penyebab tantrum bukan hanya saat keinginan Si Kecil terpenuhi, tetapi ada beragam faktor misalnya anak kelelahan, lapar, atau murni karena ingin mengungkapkan keinginannya dengan keterbatasan komunikasi. Namun demikian, ada sebagian anak yang lebih rentan mengalami tantrum, yakni mereka yang lebih hiperaktif, mudah berubah-ubah mood dan perasaannya, atau anak yang sulit beradaptasi dengan lingkungan.

Gangguan seperti ini juga bisa sering terjadi pada anak autis dan penyebabnya adalah adanya keterbatasan komunikasi. Ketika kondisi ini terjadi ada beberapa langkah penanganan yang perlu Bunda berikan agar tumbuh kembangnya tetap optimal. Ingin tahu lebih lanjut? Yuk, baca: Ciri Anak Autis dan Cara Menanganinya.

Menangani Tantrum

Cara termudah dan tercepat menghentikan tantrum adalah dengan memberikan apa yang Si Kecil inginkan. Namun, hal ini tidak berdampak baik untuk jangka panjang. Si Kecil akan belajar bahwa dengan tantrum, ia bisa mengontrol orangtuanya untuk melakukan apa pun yang ia inginkan.

Pertama yang harus dilakukan Ayah dan Bunda saat Si Kecil tantrum adalah menjaga diri agar tetap tenang. Jangan terbawa emosi lalu memarahi apalagi memukulnya. Gunakan nada bicara tegas dan katakan bahwa perbuatannya tidak benar. Jelaskan padanya alasan mengapa keinginannya tidak bisa dipenuhi. Apabila tantrum tetap berlanjut, jangan turuti kemauannya. Tunggu sampai ia tenang. Walau Ayah dan Bunda mungkin merasa malu karena terjadi di tempat umum, percayalah, ini untuk kebaikan dirinya dan banyak orang sudah mengalaminya lebih dulu. Sebaiknya Ayah dan Bunda tetap berada di sekitar Si Kecil untuk memastikan aktivitas tantrum tidak membahayakan dirinya.

Hal lain yang tak kalah penting adalah jelaskan bahwa meski Ayah dan Bunda tidak menuruti keinginannya, bukan berarti Ayah dan Bunda tidak peduli. Peluk Si Kecil, katakan padanya bahwa Bunda dan Ayah melakukan ini karena peduli dan menginginkan yang terbaik untuknya.

Tantrum tidak terjadi dengan mendadak. Ayah dan Bunda harus bisa mengenali apa yang biasa jadi pemicunya. Peluang tantrum bisa diminimalkan dengan melakukan beberapa hal berikut:

  • Pastikan Si Kecil cukup tidur dan selalu dalam kondisi kenyang
  • Berikan perhatian positif padanya, misalnya dengan memberikan kalimat motivasi saat ia melakukan hal baik
  • Pahami batas Si Kecil. Misalnya, jika ia terlihat lelah, mungkin rencana pergi belanja bulanan bisa ditunda setelah ia bangun tidur siang.

Tantrum hanya bisa diatasi dengan penanganan positif dan konsisten. Komunikasikan hal ini kepada orang lain yang ada di lingkungan Si Kecil, misalnya kakek, nenek, atau pengasuh agar mereka dapat turut andil melakukan hal yang sama seperti Ayah dan Bunda. Si Kecil akan belajar bahwa tantrum bukanlah senjata yang dapat dia lakukan kapan pun keinginannya tidak terpenuhi.