Hipersensitif Saluran Cerna Bayi: Ciri dan Cara Mengatasinya

Morinaga Platinum ♦ 21 Juli 2023

Hipersensitif Saluran Cerna Bayi: Ciri dan Cara Mengatasinya

Hipersensitif saluran cerna pada anak biasanya dianggap sebagai gangguan fungsional normal, namun dapat berhubungan dengan gangguan organ lainnya yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan Si Kecil. Gangguan yang juga bisa berarti infeksi pencernaan pada anak ini, sering dikaitkan dengan gangguan pertambahan berat badan yang dialami Si Kecil.

Idealnya, semakin besar usia anak, maka akan semakin sempurna dan kuat organ pencernaannya dalam mengolah makanan yang masuk ke dalam tubuh. Ketidakmatangan saluran cerna yang terjadi seiring bertambahnya usia anak bisa mempengaruhi fungsi organ pencernaan. Akibatnya, organ tersebut tidak mampu memproses makanan secara maksimal.

Ada berbagai jenis hipersensitif saluran cerna, termasuk Gastrooesephageal Refluks, Dispepsia, infeksi saluran pencernaan, dan lain-lain. Anak dengan kondisi ini mungkin mengalami penyerapan nutrisi yang kurang optimal, berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Simak gejala-gejala yang muncul pada anak terkait hipersensitif saluran cerna pada bayi dan upaya yang bisa dilakukan untuk menanganinya berikut ini.

Gejala Hipersensitif Saluran Cerna

Anak yang mengalami hipersensitif saluran cerna dapat mengalami gastrooesepageal refluks, sering muntah atau gumoh, kembung, dan cegukan. Selain itu, frekuensi buang angin atau gas pada Si Kecil menjadi lebih sering dan terdengar keras.

Hipersensitif saluran cerna membuat perut anak akan tidak nyaman atau sakit. Ini mengakibatkan Si Kecil lebih sering rewel dan menangis selama lebih dari 15 menit. Keluhan ini timbul terutama mulai sore hingga malam hari dan puncaknya saat dini hari atau saat subuh. Nyeri perut ini biasanya akan berkurang setelah usia 3 bulan.

Pada anak yang mengalaminya, frekuensi buang air besar (BAB) akan lebih dari 3 kali perhari dengan feses cair dan terdapat seperti biji cabe. Bahkan, gangguan saluran pencernaan dapat membuat buang air besar (BAB) berdarah atau fesesnya berwarna hijau, hitam, dan berbau.

Anak juga akan sering mengejan, biasanya disertai hernia umbilikalis (pusar), scrotalis, inguinalis, atau hidrokel. Air liur juga akan berlebihan yang menyebabkan Si Kecil ngeces. 

Kondisi hipersensitif saluran cerna tak jarang mulut sensitif dengan lidah sering timbul putih-putih yang terkadang sulit dibedakan dengan jamur (candidiasis) atau memang disertai infeksi jamur. 

Sehingga apabila anak mengalami gejala-gejala tersebut, orang tua perlu waspada dan segera memeriksakan anak ke dokter spesialis agar segera mendapatkan penanganan yang tepat.

Ciri-ciri Gangguan Pencernaan pada Bayi yang Umum Dialami

Untuk bayi di bawah tiga tahun atau batita, terdapat beberapa gangguan pencernaan yang umum dialami seperti gumoh, perut kembung, kolik, sembelit, dan diare.

  • Gumoh

Gumoh normal terjadi karena kerongkongan bayi belum berkembang secara sempurna. Ukuran lambung bayi masih sangat kecil sehingga saat terlalu banyak makanan yang masuk ke dalam perut dapat dikeluarkan kembali dengan gumoh. Selain lambung yang masih kecil, gumoh juga bisa dikarenakan bayi menelan udara saat menyusu.

Biasanya gumoh akan hilang saat bayi berusia 6 bulan hingga 1 tahun. Di usia ini, otot-otot kerongkongan sudah dapat berfungsi dengan baik. Selama tidak terjadi secara berlebihan, gumoh tidak mengkhawatirkan dan tak menimbulkan gangguan pada tumbuh kembang Si Kecil. Namun meskipun begitu, sering gumoh bisa berdampak negatif pada kesehatan Si Kecil. Ketahui lebih lanjut tentang bayi sering gumoh dan ciri-ciri gumoh yang berbahaya dengan membaca artikel ini, yuk : Bayi Sering Gumoh? Berikut Penyebabnya!

  • Perut kembung

Perut kembung yang terjadi pada anak-anak dapat membuatnya menangis dan rewel. Kembung disebabkan oleh saluran pencernaan anak yang belum dapat berfungsi secara sempurna. Anak yang mengalami kembung biasanya akan memunculkan gejala khas yakni perutnya menjadi keras, sering bersendawa, rewel, dan sering buang gas.

Kondisi ini bisa disebabkan karena mengonsumsi makanan tertentu, makan atau minum yang terlalu cepat atau terlalu pelan, minum dari botol dot yang banyak gelembung udaranya, atau kebiasaan menghisap botol dot kosong.

Selain itu, refluks atau aliran balik asam lambung dan intoleransi laktosa juga dapat membuat Si Kecil mengalami perut kembung. Agar Bunda bisa memberikan pertolongan pada Si Kecil, cari tahu cara mengatasi perut kembung di artikel berikut, yuk: Cara Mengatasi Perut Kembung Pada Anak  

  • Sembelit

Susah buang air besar atau sembelit kebanyakan disebabkan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), dehidrasi, atau kondisi medis tertentu. Gejalanya mudah dikenali seperti tidak buang air besar setidaknya tiga kali dalam seminggu, sulit mengeluarkan kotoran, dan tekstur fesesnya keras.

Sembelit membuat perut anak terasa keras, nafsu makannya menurun, sakit saat mengejan, dan menangis setiap akan buang air besar.

Bunda, yuk lihat penyebab sembelit ini di sini: Penyebab dan Cara Mengatasi Bayi Susah BAB

  • Diare

Anak yang terlalu sering buang air besar dengan tinja cair atau dalam jumlah banyak perlu diwaspadai karena kemungkinan terkena diare. Diare merupakan salah satu kondisi meningkatnya frekuensi buang air besar (BAB) yang disertai dengan tekstur feses yang encer. Biasanya gejala lain yang terjadi meliputi kram perut, kembung, mual, hingga adanya darah di tinja.

Penyebab dari salah satu gangguan pencernaan ini dikarenakan oleh infeksi parasit, bakteri atau virus, alergi obat-obatan, atau makanan minuman tertentu. Terkadang, diare yang dialami Si Kecil juga disertai dengan demam. Agar Bunda lebih waspada, cari tau penyebab dan cara menanganinya yuk: Diare dan Demam pada Anak

  • Kolik

Dikutip dari Klikdokter, Kolik biasanya dialami sekitar 20 persen bayi berumur 2 minggu sampai 4 bulan. NSaat terjadi kolik biasanya bayi akan menangis dalam waktu lama dan seringkali tampak kesakitan. Ada beberapa hal yang masih diduga menyebabkan kolik ini, terutama gangguan pencernaan. Lihat di sini yuk, Bunda, untuk mengenal apa itu kolik:  Cara Mengatasi Tanda Kolik pada Bayi 1-2 Bulan

Cara Mengatasi Hipersensitif Saluran Cerna

Cara mengatasi hipersensitif saluran cerna pada anak antara lain:

1. Atasi Cegukan

Jika hipersensitivitas saluran cerna ini ditandai cegukan, Bunda perlu menghilangkan cegukannya dulu. Buatlah Si Kecil bersendawa supaya cegukannya hilang. Untuk mengetahui cara mengatasi bayi cegukan secara lengkap ini, lihat di halaman sini yuk, Bunda: Fungsi Cegukan pada Bayi dan Penyebabnya 

2. Pemberian ASI

Untuk mengatasi hipersensitif saluran cerna pada anak, Bunda dapat memberikan ASI sesuai kemauan bayi normal yang umumnya setiap 2 jam. ASI eksklusif di masa awal kehidupan Si Kecil menjadi makanan yang terbaik karena didalamnya mengandung segala nutrisi yang diperlukan anak untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya.

Agar ASI tetap berkualitas, Bunda dapat menjaga kesehatan dan mengontrol asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Ini akan berdampak langsung terhadap kualitas ASI yang dihasilkan dan diterima oleh anak. Pasalnya, ASI sangat mudah dicerna oleh organ pencernaan bayi yang belum terbentuk secara sempurna.

3. MPASI

Salah satu cara untuk mengatasi hipersensitif saluran cerna pada anak, adalah dengan memperhatikan MPASI yang diberikan kepada Si Kecil. Ya, misalnya dalam hal ini Bunda perlu untuk memperhatikan tekstur dan kandungan dalam MPASI secara lebih teliti.

MPASI yang tepat mengurangi risiko organ pencernaan anak bekerja terlalu keras yang bisa menimbulkan gangguan. Oleh karena itu, penting bagi Bunda ketika memberikan makanan pendamping ASI untuk mempertimbangkan usia Si Kecil, tekstur, dan nutrisinya.

4. Jus untuk bayi sembelit

Apabila Si Kecil mengalami sembelit, dapat diberikan jus apel untuk Si Kecil. Jus ini mengandung sorbitol, pemanis yang berfungsi sebagai pencahar. Selain itu, dapat diberikan makanan padat yang kaya serat seperti bubur kacang polong atau sereal gandum.

Baca Juga: Alergi Susu Sapi: Tanda, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Namun perlu diketahui menurut American Academy of Pediatrics menjelaskan bahwa anak di bawah usia 1 tahun sebaiknya tidak diberi jus apel. Begitu juga dengan buah-buahan lainnya. Hal ini karena kandungan gula yang terdapat dalam sebuah jus apel diyakini dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit dan masalah pada Si Kecil.

Pastikan juga Si Kecil yang menunjukkan tanda-tanda mengalami diare telah mengonsumsi air dengan cukup untuk menghindari risiko terjadinya dehidrasi.

5. Membatasi pemberian makanan atau minuman mengandung gas

Salah memberikan makanan atau minuman dapat berdampak pada gangguan pencernaan pada anak. Terdapat beberapa jenis makanan dan minuman yang cenderung mengandung banyak gas, dapat menyebabkan perut bayi kembung dan tidak nyaman. Namun, ini tidak berlaku pada semua bayi karena masing-masing mempunyai perkembangan, pertumbuhan, dan kondisi fisik yang berbeda.

Makanan dan minuman tersebut meliputi kacang, brokoli, kol, kembang kol, jagung, kentang, oatmeal, pir, plum, dan laktosa yang biasanya terkandung dalam susu sapi.

Sebagai tambahan, upaya pencegahan secara maksimal dapat menekan risiko terjadinya hipersensitif saluran cerna pada bayi. Sehingga, akan sangat baik jika orang tua terus memberikan makanan dan minuman yang terbaik untuk bayi, terlebih dalam mendukung tumbuh kembangnya.

Jika Si Kecil gemar minum susu, maka susu pertumbuhan yang mengandung probiotik atau bakteri baik dapat menjadi pilihan utama. Hal tersebut dikarenakan probiotik dapat meningkatkan kesehatan saluran cerna dan juga kekebalan tubuh Si Kecil. 

Nah, susu pertumbuhan yang mengandung probiotik ini, bisa Bunda temukan dalam Morinaga Platinum MoriCare+ Triple Bifidus. Triple Bifidus yang dimaksud meliputi Bifidobacterium Longum BB536 untuk meningkatkan penyerapan nutrisi dan cegah infeksi saluran napas, Bifidobacterium Breve M-16V untuk cegah diare dan infeksi saluran cerna serta Bifidobacterium Infantis M-63 untuk mencegah alergi dan membantu penyerapan nutrisi.