Penyebab Anak Hiperaktif, Bukan Selalu Karena ADHD

Morinaga Platinum ♦ 7 Oktober 2021

Penyebab Anak Hiperaktif, Bukan Selalu Karena ADHD

Bunda pasti bingung ketika anak bergerak terlalu aktif, melompat-lompat, banyak berceloteh, bahkan terkadang berteriak yang menyebabkan orang lain terganggu. Jika Si Kecil melakukan hal-hal tersebut, Bunda khawatir apakah ia menderita kelainan tertentu atau memang sifat pembawaannya yang usil dan aktif. Padahal, tidak semua anak yang aktif itu hiperaktif lho Bun! 

Agar Bunda tidak keliru, simak ciri anak hiperaktif, penyebab, dan cara mengatasinya yuk.

Karakteristik Anak yang Hiperaktif

Terkadang sangat sulit membedakan anak yang aktif dan hiperaktif, karena biasanya sama-sama ditunjukkan dengan perilaku tidak bisa diam dan duduk tenang. Namun, tetap ada bedanya, lho. Bunda harus waspada bila perilaku aktif Si Kecil justru membuatnya kesulitan untuk menjalani aktivitas sehari-hari, kesulitan menyerap informasi atau bahkan menyebabkan gangguan interaksi dengan teman sebayanya.

Menurut Kidshealth.org, hiperaktif adalah kondisi di mana anak selalu nampak gelisah. Umumnya, anak hiperaktif mudah bosan dan tidak bisa diam. Mereka juga sulit untuk duduk diam berlama-lama dan kesulitan memfokuskan perhatian.

Ada beberapa tanda hiperaktif yang Bunda harus perhatikan pada Si Kecil, yaitu:

  • Senantiasa berlari dan berteriak saat main, meski berada di dalam ruangan,
  • Secara tiba-tiba berdiri di tengah kelas dan berjalan-jalan ketika guru sedang menjelaskan pelajaran,
  • Bergerak dengan sangat cepat hingga menabrak orang lain atau barang-barang,
  • Terlalu kasar ketika bermain, sampai melukai anak lain, bahkan diri sendiri,
  • Berbicara terus menerus hingga orang lain merasa terganggu,
  • Bergerak-gerak meski sedang duduk,
  • Ingin mengambil mainan untuk bisa tenang.

Seringnya, anak hiperaktif akan menemui masalah bila tidak didampingi dan dimengerti cara penanganannya. Orang tua dan guru harus paham dan kreatif dalam membimbing serta mengajarkan Si Kecil yang hiperaktif. Selalu awasi dan berikan anak hiperaktif perhatian yang cukup. Jika sampai dewasa tidak ditangani dengan baik, hal ini akan berakibat pada meningkatnya gangguan kecemasan dan depresi.

Hiperaktif sering dikaitkan dengan ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder, namun keduanya merupakan kondisi yang berbeda. Walaupun hiperaktif merupakan salah satu tanda Si Kecil menderita ADHD. Perbedaannya dengan anak ADHD adalah anak hiperaktif masih bisa mengontrol keinginan, emosi, kemampuan memperhatikan informasi. Mereka masih bisa mencerna dan merespons setiap pembicaraan yang dilakukan sedangkan anak ADHD justru kebalikannya. Jika Bunda ingin tahu lebih lanjut tentang ADHD, baca artikel berikut yuk: ADHD pada Anak: Ciri-Ciri, Penyebab dan Cara Mengobatinya.

Penyebab Anak Hiperaktif

Hiperaktif merupakan sebuah gejala yang disebabkan oleh sejumlah masalah, misalnya gangguan mental atau fisik. Di beberapa kasus lainnya, hiperaktif dianggap sebagai gejala kelebihan energi yang perlu disalurkan dengan tepat.

Untuk mengenali penyebab hiperaktif yang disebabkan karena gangguan mental dan fisik, berikut penjelasannya.

  • Mengalami attention deficit hyperactivity disorder atau ADHD.
  • Perilaku Stimming atau self-stimulating yang ditunjukkan oleh anak autis. Perilaku stimulasi diri ini dilakukan dengan sengaja untuk memberikan rangsangan pada indra tertentu, misalnya mondar-mandir.
  • Menderita gangguan otak dan gangguan saraf pusat.
  • Penyakit mental tertentu seperti gangguan bipolar dan skizofrenia.
  • Gangguan suasana hati seperti depresi atau kecemasan.
  • Penderita hipertiroidisme.
  • Pengaruh obat-obatan tertentu.
  • Memiliki gangguan psikologis.

Apabila hiperaktif disebabkan oleh kondisi gangguan tiroid, gangguan otak, atau gangguan saraf pusat, anak akan memerlukan pengobatan untuk mengatasi kondisi tersebut. Sementara kalau hiperaktif disebabkan oleh gangguan emosional, anak akan memerlukan bantuan dari spesialis kesehatan mental bersamaan dengan pengobatan atau terapi perilaku kognitif.

Gangguan kognitif seperti disleksia atau kesulitan belajar bisa menjadi penyebab anak mengalami hiperaktivitas. Hal ini dapat mempengaruhi fokus, keterlibatan dalam aktivitas terstruktur, dan kontrol impuls, yang menunjukkan gejala hiperaktivitas. Mari pelajari lebih lengkap tentang jenis gangguan kognitif di sini: Jenis Gangguan Kognitif pada Anak dan Cara Menanganinya. 

Cara Mengatasi Perilaku Hiperaktif pada Anak

Mengatasi perilaku hiperaktif pada anak hiperaktif tentu membutuhkan kesabaran yang ekstra agar Bunda bisa mengontrol perilakunya dengan cara yang tepat. Bunda juga perlu mengarahkan Si Kecil jika menunjukkan perilaku yang tidak biasa atau tidak sopan pada anak lain sebayanya.

Terkait mendidik anak menjadi lebih sopan, Bunda bisa memberikan contoh bagaimana bersikap yang baik di rumah, mulai dari bicara dan perilakunya. Untuk selengkapnya, yuk baca: Cara mengajarkan sopan santun pada anak.

Jika perilaku terjadi sesekali dalam situasi tertentu, hal ini bisa jadi masih terbilang normal. Namun kalau anak terlihat kesulitan berkonsentrasi di sekolah dan di rumah secara konisten, orangtua perlu mengetahui cara mengatasi perilaku hiperaktif pada anak seperti pada paparan berikut ini.

1. Jauhkan Dari Hal yang Dapat Membuat Anak Terdistraksi

Anak hiperaktif biasanya sangat sulit untuk berkonsentrasi pada satu hal. Untuk itu, penanganan anak hiperaktif adalah mengatur suasana yang nyaman saat Si Kecil mengerjakan tugas sekolahnya. Hal ini dapat membantu anak hiperaktif lebih fokus pada pekerjaan yang harus diselesaikannya.

Hindari memaksa anak hiperaktif untuk duduk tenang dan diam. Justru pemaksaan itu akan membuat Ia stres, gelisah, dan hilang konsentrasi. Untuk mengurangi distraksi yang bisa mengganggu konsentrasi, tempatkan anak jauh dari jendela, pintu, atau segala hal yang bisa menjadi sumber kebisingan.

2. Ajak Anak Hiperaktif Olahraga

Agar Si Kecil dapat mengatur energi, belajar disiplin dan kontrol diri, ajak anak hiperaktif untuk melakukan beberapa aktivitas fisik dan berolahraga. Bunda bisa mengajaknya bermain sepeda, lari pagi, atau karate. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga dapat menjadi salah satu cara penanganan anak hiperaktif.

Selain itu, Bunda bisa mengajak Si Kecil masuk ke tim bola voli atau basket yang dapat melatih Si Kecil dalam keterampilan sosial dan interaksi dengan teman sebayanya. Tentu hal ini akan menjauhkan Si Kecil dari beragam masalah di sekolah.

3. Buat Jadwal

Anak hiperaktif selalu membutuhkan arahan yang jelas dan pola terstruktur untuk diikuti.  Mengapa? Sebab anak hiperaktif memiliki kecenderungan cepat cemas ketika tidak melakukan apa-apa. Cara menangani anak hiperaktif adalah dengan membuat jadwal kegiatan yang sederhana dan terstruktur di rumah. Sebagai contoh, menentukan waktu untuk mandi, makan, bermain, belajar, sampai tidur dan sikat gigi.

Si Kecil akan belajar menerima kegiatan atau melakukan sesuatu hal yang terstruktur dengan ditetapkannya jadwal yang tersusun dan terencana dengan baik. Sehingga, anak hiperaktif akan lebih tenang dan fokus dalam mengerjakan sesuatu.

4. Buat Aturan yang Jelas dan Konsisten

Bunda dan Ayah pasti memiliki house rules yang harus diikuti setiap anggota keluarga. Namun, ada pula yang lebih santai dalam menetapkan aturan-aturan di rumah. Sayangnya, anak hiperaktif tidak bisa dididik dengan cara yang santai. Umumnya, anak hiperaktif  membutuhkan peraturan yang jelas dan konsisten.

Cara mengatasi hiperaktif pada anak adalah mengikuti disiplin positif dan sederhana yang sudah ditetapkan di rumah. Bimbing Si Kecil untuk mengikuti peraturan rumah ya Bun! Jangan lupa berikan pujian ketika Si Kecil paham akan peraturan sederhana yang telah dibuat Namun, saat Si Kecil melanggar aturan tersebut, jangan lupa berikan konsekuensi dengan alasan yang jelas.

5. Biarkan Si Kecil Mengeksplor Dunia Luar

Anak hiperaktif membutuhkan energi yang positif untuk mengerjakan kegiatan yang positif. Salah satu cara mengatasi perilaku hiperaktif pada anak adalah dengan menghirup udara segar dan melakukan aktivitas fisik di luar ruangan. Bunda bisa mengajaknya berkemah, berjalan santai di taman, ataupun mendaki gunung. Temani Si Kecil mengeksplor dunia luar dengan memberi aturan-aturan yang jelas agar mengurangi keaktifannya saat berada di dunia luar.

6. Tetap Sabar

Beberapa orang tua dengan anak hiperaktif sering tidak mengontrol emosinya ketika Si Kecil berulah. Ketika Si Kecil menunjukkan perasaan dengan sangat jelas dan gamblang, entah itu kegembiraan atau ledakan kemarahan secara tiba-tiba saat suasana hatinya memburuk. Orang tua disarankan untuk tetap sabar dan tenang dalam menghadapi kelakuannya.

Hindari membentak apalagi memukul anak hiperaktif. Sebab, hal ini justru akan membuat emosi anak hiperaktif makin meledak-ledak hingga tak terkendali bahkan cenderung agresif. Tentu Bunda menghindari hal ini bukan? Terutama jika sedang berada di luar rumah. Si Kecil bisa meraung tanpa henti bahkan memukul atau melempar sesuatu di dekatnya.

Cobalah untuk menenangkan diri dan membuat kepala lebih rileks. Ambil napas dalam-dalam lalu hembuskan secara perlahan selama beberapa kali sampai merasa tenang dan siap menenangkan emosi anak hiperaktif.

7. Konsumsi Makanan yang Bergizi.

Umumnya, penurunan kadar gula darah yang tiba-tiba dapat mengakibatkan anak hiperaktif menjadi rewel karena tubuh seolah-olah kekurangan energi dan sel-sel tubuh kelaparan. Hal inilah yang justru membuat perilaku dan suasana hati si kecil menjadi tidak stabil. Itu sebabnya, penting bagi Bunda untuk memenuhi gizi dan nutrisi dengan makanan yang seimbang seperti buah, sayur, beragam protein, karbohidrat, serta vitamin dan mineral.

Selain itu, Bunda bisa lengkapi kebutuhan gizi dan nutrisi Si Kecil dengan mengkonsumsi Morinaga Platinum MoriCare Triple Bifidus yang memiliki inovasi unggulan berupa sinergi nutrisi antara faktor Kecerdasan Multitalenta, Pertahanan Tubuh Ganda dan faktor Tumbuh Kembang Optimal. 

Terapi Anak Hiperaktif di Rumah

Terapi perilaku (behavior therapy) adalah pendekatan terapeutik yang sering digunakan dalam pengelolaan anak hiperaktif. Terapi perilaku bertujuan untuk mengubah perilaku anak dengan fokus pada penguatan positif, pembentukan kebiasaan baru, dan penghapusan perilaku yang tidak diinginkan.

Berikut adalah penjelasan tentang bagaimana terapi perilaku bekerja dan bagaimana orang tua dapat mengikutinya di rumah:

Memantau dan menilai perilaku anak secara teratur

Langkah pertama dalam terapi perilaku adalah memantau dan menilai perilaku anak. Orang tua dapat mencatat perilaku anak secara sistematis dengan mencatat frekuensi, intensitas, dan konteks perilaku yang menjadi perhatian.

Menetapkan tujuan dalam aktivititas anak

Setelah memahami perilaku anak yang perlu diubah, tetapkan tujuan perilaku yang spesifik dan terukur. Misalnya, meningkatkan konsentrasi selama belajar, mengurangi gangguan saat orang tua berbicara, atau meningkatkan kemampuan menyelesaikan tugas.

Membentuk kebiasaan baru

Terapi perilaku juga melibatkan pembentukan kebiasaan baru dengan mengajarkan anak untuk menggantikan perilaku yang tidak diinginkan dengan perilaku yang lebih positif. Misalnya, jika anak cenderung mengganggu saat orang tua berbicara di telepon, orang tua dapat mengajarkan anak untuk menggunakan waktu tersebut untuk membaca buku atau bermain dengan mainan tertentu.

Menggunakan skema reward dan time-out

Skema reward melibatkan penggunaan sistem poin atau token untuk mendorong perilaku yang diinginkan. Anak dapat mendapatkan poin atau token ketika mereka menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Sementara itu, time-out adalah konsekuensi negatif yang diberikan kepada anak ketika mereka menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan. Anak ditempatkan dalam situasi yang membosankan atau di area yang aman dan tenang selama beberapa waktu sebagai hukuman.

Kolaborasi dengan ahli terapis

Meskipun terapi perilaku dapat diikuti oleh orang tua di rumah, penting untuk berkolaborasi dengan ahli terapis yang berpengalaman. Ahli terapis dapat memberikan panduan, mengevaluasi kemajuan, dan memberikan arahan yang tepat sesuai dengan kebutuhan individu.

Dengan mendapatkan dukungan penuh dari orang tua, tenaga pengajar, dan orang-orang di sekitarnya, anak hiperaktif akan merasa diperhatikan dan disayangi. Jika Si Kecil menunjukkan gejala-gejala yang membuat Bunda khawatir, sebaiknya bawalah ia ke dokter secara berkala untuk memastikan ditangani dengan baik. Bunda juga bisa meminta bantuan terapis profesional untuk memberikan pelatihan atau bimbingan khusus untuk anak hiperaktif.