Saat Si Kecil hiperaktif dan cenderung tidak memperhatikan lingkungannya mungkin akan membuat Bunda khawatir. Gejala-gejala tersebut memang mengarah pada kondisi ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder.
Lalu, apa sebenarnya ADHD pada anak? ADHD adalah sebuah gangguan mental yang biasa terjadi pada anak dan bisa berlangsung hingga usia dewasa. Dilansir dari kidshealth.org, anak yang mengidap ADHD mengalami perbedaan dalam perkembangan otak dan aktivitas otak mereka. Akibatnya, anak penderita ADHD akan berperilaku lebih hiperaktif, sulit berkonsentrasi dan mengendalikan diri, serta sering bertindak impulsif.
Oleh karena itu, ADHD pada anak kerap membuat Si Kecil sulit berinteraksi dengan lingkungan atau berkonsentrasi saat belajar di sekolah.
ADHD pada anak bisa dideteksi sejak usia bayi atau ketika Si Kecil beranjak ke usia lebih besar. Dilansir dari klikdokter.com, Si Kecil akan menunjukkan tanda atau ciri-ciri berikut ini jika menderita ADHD pada usia bayi:
Ciri-ciri ADHD pada anak juga bisa dikenali saat mereka beranjak lebih besar. Berikut ini tanda-tanda ADHD pada anak:
Baca juga: Kiat Tangani Si Kecil yang Terlalu Aktif
Menurut American Psychiatric Association, ADHD pada anak dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe lalai, tipe hiperaktif/impulsif, dan tipe gabungan.
Berikut ini gejala ADHD pada anak berdasarkan tipenya:
Anak yang mengidap ADHD tipe ini mengalami gejala gabungan antara tipe lalai dan hiperaktif. Pada tipe gabungan ini, anak akan cenderung impulsif, hiperaktif, serta tidak memiliki fokus yang baik. Dibutuhkan penanganan medis yang berbeda-beda atas ketiga tipe ADHD tersebut.
Anak yang menunjukkan gejala-gejala seperti yang sudah disebutkan di atas, tidak bisa langsung disimpulkan menderita ADHD. Terdapat beberapa ketentuan untuk bisa mendiagnosis bahwa anak mengidap ADHD, yakni:
Dilansir dari situs cdc.gov, adapun dokter biasanya akan melakukan diagnosa ADHD dengan panduan dari American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual, Fifth edition (DSM-5). Dalam proses melakukan diagnosis terhadap anak yang menunjukkan gejala ADHD, dokter juga melakukan prosedur pemeriksaan pendengaran serta penglihatan. Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan tambahan electroencephalograph yang berfungsi untuk merekam aktivitas listrik yang ada di otak Si Kecil.
Baca juga: Catat! Penyebab dan Cara Menangani Anak Hiperaktif!
Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti penyebab ADHD pada anak. Namun, pada peneliti telah mempelajari faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita ADHD. ADHD pada anak diduga bisa hadir karena adanya kondisi ketidakseimbangan senyawa kimia (neurotransmitter) dalam otak. Selain itu, ada sejumlah faktor risiko yang dinilai menjadi penyebab ADHD pada anak, yaitu:
Peneliti meyakini bahwa genetik menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi ADHD pada anak. Seorang anak dinilai lebih berisiko menderita ADHD jika ada salah satu dari anggota keluarga juga mengalami problem gangguan mental.
Paparan polusi lingkungan, seperti timah yang ditemukan dalam cat, dikabarkan juga bisa menjadi faktor risiko seorang anak menderita ADHD.
Bayi yang terlahir prematur juga dinilai lebih berisiko terkena ADHD. Adapun kelahiran prematur adalah yang terjadi sebelum usia 37 minggu. Bayi yang terlahir prematur juga biasanya memiliki berat badan lebih rendah.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menyebutkan, ibu yang masih merokok selama masa kehamilan cenderung memiliki risiko 60% lebih kuat melahirkan anak dengan kondisi ADHD. Selain itu, ibu hamil yang memakai obat-obatan terlarang dan mengonsumsi alkohol juga meningkatkan risiko ADHD pada bayi yang mereka lahirkan.
Anak juga berisiko terkena ADHD jika mengalami kerusakan atau cedera otak saat masih berada dalam kandungan atau saat bayi masih berusia dini. Si Kecil dengan cedera kepala bagian depan lebih berpotensi menderita ADHD. Sebabnya, bagian depan kepala adalah bagian untuk mengendalikan impuls dan emosi Si Kecil.
Kondisi neurotransmitter di dalam otak yang tidak seimbang atau gangguan dalam kinerja otak juga bisa meningkatkan risiko anak menderita ADHD. Neurotransmitter adalah zat kimia di otak manusia yang perlu terus aktif bekerja secara seimbang. Apabila zat kimia ini tidak maksimal, maka tugas utamanya membawa sinyal dari sistem saraf ke otak, dan sebaliknya, jadi tidak bekerja baik. Contoh aktivitas manusia yang terkait langsung dengan fungsi neurotransmitter adalah fokus, tidur, belajar, dan lain sebagainya.
Meskipun ADHD pada anak tidak bisa disembuhkan secara total, Bunda dapat melakukan pengobatan untuk menangani gejalanya. Dengan menjalani pengobatan yang tepat, kondisi anak penderita ADHD diketahui menjadi lebih baik.
Melansir dari laman CDC, terapi yang bisa dilakukan untuk mengobati ADHD meliputi:
Bunda bisa mengubah pola makan dan memberikan gizi seimbang untuk memperbaiki kesehatan anak. Nutrisi yang terpenuhi juga diyakini mampu menolong mengurangi gejala ADHD pada anak.
Beberapa jenis makanan juga dipercaya bisa meningkatkan konsentrasi anak penderita ADHD, misalnya makanan yang tinggi protein, seperti telur, daging, dan kacang-kacangan.
Selain anak penderita ADHD, seluruh anggota keluarga pun harus memahami perubahan perilaku yang Si Kecil. Dengan pemahaman dan pengertian keluarga, anak yang menderita ADHD dapat ditangani lebih baik.
Obat-obatan sesuai resep dokter dapat diberikan untuk mengendalikan ketidakseimbangan zat kimia dalam otak anak. Obat juga dapat menargetkan area otak yang berfungsi untuk memfokuskan dan mengendalikan diri.
Pendampingan ahli, khususnya psikiater, dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri anak penderita ADHD. Pendidikan dan terapi psikologis harus dilakukan secara bersamaan untuk memastikan keberhasilan pengobatan ADHD pada anak.
Dengan mengenali gejala dan memberikan pengobatan yang tepat, Bunda dapat membuat kondisi ADHD pada anak menjadi lebih baik. Mari peluk erat dan beri kasih sayang berlimpah untuk buah hati yang menderita ADHD. Yakinlah bahwa mereka dapat tumbuh dengan lebih baik.
Konten Belum Tersedia
Mohon maaf, halaman untuk artikel ADHD pada Anak: Gejala, Penyebab dan Cara Mengobatinya
belum tersedia untuk bahasa inggris. Apakah Bunda dan Ayah ingin melihat artikel lainnya dengan kategori yang sama ?